sdit

sdit

Selasa, 31 Agustus 2010

Berpikir Positif (Bagian kesembilan)

MINGGU ke  3 :
Tujuan : Rahasia menulis dan rahasia memberi
Materi : Praktek langsung menulis
Alat : Sediakan kertas dan alat tulis


Kami tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Alquran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat/terprogram) dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfuzh). (QS. Yunus, 10:61)

Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Luqman, 31:27)

Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja (detail) yang ada di langit dan di bumi? bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauhul Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.  (QS. Al Hajj, 22:70)

Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan disisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfuzh). (QS. AR-RA’AD : 39)

Dari ayat-ayat diatas, disimpulkan bahwa Allah mengajarkan kita untuk menulis impian atau membuat cetak biru masa depan.

Menulis impian sebagai bentuk blue print tentang :
SIAPA KITA?
APA YANG KITA LAKUKAN DIDUNIA?
MAU KEMANA KITA?
(Untuk menjawab Visi-Misi penciptaan manusia)
Ditulis tangan karena :
Menurut penelitian para ahli dan para praktisi yang sudah SUKSES, disimpulkan bahwa menulis impian sebaiknya DITULIS TANGAN sendiri-sendiri. Dengan demikian akan dijiwai, diamini, diniati, diinginkan, sampai bergetar jiwa raga dan Quantum dalam tubuhnya sehingga mengundang Quantum alam semesta untuk meresponnya.

Kekuatan menulis Sasaran :
STUDI terhadap para lulusan Yale University pada 1953 dengan menggunakan wawancara ditanyakan apakah mereka mempunyai sasaran-sasaran yang jelas, yang spesifik, yang dituliskan dengan sebuah rencana untuk mencapainya.

Hanya 3% yang mempunyai sasaran tertulis. Dua puluh tahun kemudian pada 1973, para periset kembali mewawancarai yang masih hidup dari lulusan 1953 tersebut. Mereka menemukan bahwa 3% yang mempunyai sasaran tertulis itu jauh lebih kaya daripada gabungan 97% sisanya.

Para periset juga mengukur secara subjektif kebahagiaan dan suka cita mereka, ternyata yang 3% dengan sasaran tertulis tersebut lebih unggul dibandingkan yang 97% yang tidak menulis sasaran-sasarannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar